Di hari Senin kemarin, Mamanda dapat undangan untuk join kelas Mba Vidya (@vidyadparamita) yang berjudul 'Ada Apa dengan Pikler, Brakiasi, dan teman-temannya?'
Sebagai seorang yang bergelut di bidang usaha penyewaan mainan anak (yang juga menyewakan pikler dan brakiasi), topik ini sangat menarik untuk Mamanda. Menarik karena aku melihat anak-anakku hampir nggak pernah kehabisan ide dan gak pernah bosen mainin Pikler. Selain itu, aku pun ingin terus mengedukasi para orang tua khususnya yang memiliki anak usia dini tentang mainan yang penuh manfaat ini.
Nah, kebetulan Mamanda punya sedikit rangkuman catatannya nih untuk dibaca oleh mom & dad, silahkan disimak ya..
(**DISCLAIMER : artikel ini adalah rangkuman catatan mamanda sebagai audiens di kelas tsb, bukan rangkuman materi langsung dari pembicara)
Di awal kelas, Mbak Vidya menyampaikan bahwa kita sebagai orang tua memiliki kecenderungan untuk menyediakan semua yang terbaik untuk anak. Kecenderungan itu adalah hal yang normal, namun di sisi lain kita juga harus bisa membedakan antara *kebutuhan* dan *keinginan*. Jadi, ketika memutuskan mau membeli mainan untuk anak, kita harus yakin bahwa : “anakku membutuhkan stimulasi ini karena akan bermanfaat jangka panjang untuknya.”, bukan hanya sekedar bagus warnanya, sedang nge-trend, beli biar anaknya anteng, dan sebagainya.
Nah jadi sebenarnya mainan seperti apa yang dibutuhkan anak usia dini? Kita berangkat dari teori kebutuhan. Kebutuhan utama anak usia dini antara lain adalah asupan nutrisi yang baik, rasa aman (sesuai teori kebutuhan Maslow ya..), dan stimulasi. Kita akan bahas detail untuk kebutuhan yang ketiga, yaitu stimulasi.
Banyak orang tua yang sangat fokus pada kemampuan anak usia dini untuk duduk diam mendengarkan guru menjelaskan sesuatu, kemampuan membaca, kemampuan menghitung, dan sebagainya. Seringkali yang dikeluhkan adalah kenapa anakku kesulitan berkonsentrasi? Belum betah duduk anteng sebentar saja? Belum betah lama untuk belajar membaca, menulis, berhitung, dan sebagainya. Nah, mungkin gambar di bawah ini bisa menjadi penjelasannya.
Pic taken from here.
Gambar ini adalah gambaran umum dari teori sensori integrasi Dr.Jean Ayres. Menurut teori ini, kemampuan berpikir seseorang adalah hasil dari terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sensori motoriknya. Di bagian akar terdapat 3 area sensori sebagai pondasi, yaitu tactile (peraba), vestibular (keseimbangan), dan Proprioception (otot-otot). Layaknya sebuah pohon, apabila pohon tersebut mau tumbuh rindang, maka yang perlu dikuatkan adalah bagian akarnya.
Lalu, bagaimana cara menguatkan akar tersebut? Berikanlah stimulasi yang bisa menguatkan kemampuan keseimbangan, peraba, dan otot anak. Jaman dulu mungkin kita belum familiar dengan mainan seperti Pikler dan Brakiasi karena masih memiliki kesempatan untuk bermain bersentuhan langsung dengan alam, seperti memanjat pohon, meniti sungai atau sawah, dll. Di jaman sekarang, banyaknya berita kejahatan dan predator anak membuat kita sebagai orang tua menjadi lebih protektif ketika anak bermain ke luar. Apalagi dengan kondisi pandemic seperti sekarang ini, tentu ruang gerak anak menjadi lebih terbatas.
Mba Vidya menunjukkan foto playground sekolahnya (@sekolahmontessorirumahkrucil) dan mengatakan bahwa apabila sekolah tatap muka sudah dilakukan, playground di sekolahnya akan menjadi bagian terakhir yang dibuka karena disana dapat dipastikan protokol kesehatan sangat sulit diterapkan. Jadi, walaupun stimulus sensori motorik adalah salah satu kebutuhan utama anak namun kesehatannya tetap jadi yang utama, jadi jangan sampai kita menabrak protokol kesehatan demi memberi kesempatan anak untuk bermain.
Mba Vidya memberikan tips utama memilih mainan anak : pilih mainan yang pasif, sehingga anak akan menjadi aktif saat memainkannya dan dapat memunculkan berbagai ide kreatif baru dalam bermain. Seperti Pikler dan Brakiasi ini, walaupun terkesan bentuknya hanya sebuah tangga dan papan, namun sebenarnya saat bermain anak dapat merasakan langsung hal-hal yang tidak didapatkan dengan permainan yang ‘pasif’.
Dengan merasakan langsung bermain, anak akan dapat mengembangkan :
- sense of safety (aman gak ya aku kalau melangkah sejauh ini?)
- find boundaries and limit (naik ketika anak siap, segini batas aku bisa naik sekarang)
- stabilitas, kontrol tubuh, keseimbangan
- Motor planning (habis ini aku harus apa? Gerakan selanjutnya apa ya biar aku bisa naik / turun?)
Hal-hal di atas sangat berpengaruh dengan aspek akademis. Jadi, anak duduk diam bukan awal proses namun merupakan hasil dari stimulasi sensori motorik yang konsisten.
Selain itu, anak juga bisa mengembangkan kemampuan otot dan keseimbangan, melatih kreativitas dan imajinasi, serta menambah rasa percaya diri yaitu ketika anak merasa berhasil melakukan sesuatu hal yang baru dengan mainannya.
Lalu kapan anakku bisa main pikler atau brakiasi? Seperti stimulasi ketika makan, berjalan, atau berbicara, berikanlah sebelum anak bisa. Jadi sebenarnya Pikler ini bisa dimainkan sejak bayi lho.. Namun yang harus dipastikan oleh orang tua adalah lingkungan yang sudah dipersiapkan (prepared environment). Kemungkinan jatuh dan cidera pada mainan apapun pasti ada, namun sebagai orang tua kita harus mengantisipasi agar resiko menjadi minim yaitu dengan memilih bahan mainan yang aman (dalam hal pikler dan brakiasi berarti jenis kayu dan maksimal beban pengguna), awasi cara bermain anak, dan selalu sediakan P3K.
Bagaimana dengan brakiasi? Sebenarnya brakiasi adalah bentuk kompleks dari pikler. Untuk anak usia dini yang lebih besar, mungkin bentuk pikler yang sederhana tidak lagi cukup menantang, maka brakiasi bisa menjadi pilihan permainan. Manfaatnya kurang lebih sama dengan pikler, yaitu melatih motorik kasar, keseimbangan, percaya diri, problem solving, focus, dan kreativitas.
Ketika mendengarkan penjelasan Mbak Vidya tentang Pikler dan Brakiasi ini, sungguh aku sangat bisa relate dengan semua poinnya. Anakku usia 18 bulan dan 4 tahun ketika pertama kali memainkan Pikler. Baru sampai di depan pintu rumah pun sudah asyik dimainkan. Bahkan ketika sudah setahun lebih punya Pikler, mainan itu tetap jadi yang favorit kalau sedang idle / tidak tersewa. Begitu banyak hal-hal baru yang bisa ku lihat dikuasai anak-anakku ketika bermain pikler. Si kecil yang awalnya masih takut-takut naik tangganya, sekarang sudah dengan santai duduk di tangga teratas sambil makan cemilan kesukaannya. Tentunya setiap bermain mereka diawasi ya, dan dijelaskan juga resiko-resiko yang bisa terjadi apabila mereka tidak berhati-hati saat bermain Pikler.
Begitupun dengan brakiasi. Si kakak yang usia 5 tahun dan lebih dominan dengan sikap hati-hati, dengan penuh semangat mengeksplorasi brakiasi sampai dia enjoy sendiri. Berbagai ide bermain seperti jadi tenda, kapal selam, mencari harta karun, dan banyak lagi imajinasi lain yang mereka kembangkan dari mainan yang ‘hanya’ kayu tangga dan papan tersebut.
Jadi gimana Mom, masih ragu mau menyediakan Pikler atau Brakiasi untuk anak di rumah?